-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kejati Banten Diminta Untuk Mengusut Pengadaan Meubelair Di Dindik Kabupaten Serang TA.2023/2024 Rp.91.983.496.000 Milyar, Yang Diduga Ada Mark-Up

Sunday, 12 January 2025 | January 12, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-01-13T02:13:02Z

Serang Media Kriminalitas- Kejaksaan Tinggi Banten, diminta untuk mengusut anggaran Paket Pengadaan Meubelair Meja dan Kursi Ruang Kelas untuk sekolah, pada Dinas Pendidikan Kabupaten Serang Tahun Anggaran 2023 dan 2024 yang diduga ada Mark-Up harga pada saat menetapkan pagu anggaran. “Pasalnya dalam pelaksanaan pengadaan barang tersebut, yang di adakan melalui mekanisme E-purchasing dengan menggunakan Katalog Elektronik ( E-Katalog ) LKPP. Diduga adanya permainan harga yang telah diatur dan direncanakan dari sejak awal. Hal itu tentunya dilakukan agar KPA maupun PPK dapat menerima kelebihan atau pemberian Komisi atau Fee dari penyedia. Meskipun diketahui terdapat sejumlah kriteria barang yang tersedia pada laman e-katalog dan toko online yang sesuai dengan kebutuhan, dengan harga yang relative lebih murah,dan dengan spesifikasi barang yang sama. 

Berdasarkan harga yang ada di pasaran untuk satu paket Mebelair berkisar hanya Rp.1,6 Juta  s/d 1,7 juta. Akan tetapi  Dinas Pendidikan Kabupaten Serang di dalam  menetapkan pagu anggaran untuk pengadaan Mebelair tersebut, mencapai Rp.2.000.000,00 lebih. 

Direktur Eksekutif Lembaga DPP-Front Pemantau Kriminalitas DJ.Syahrial Deny mengatakan bahwa Paket Pengadaan Meubelair Meja Kursi Siswa, dengan total nilai anggaran hingga mencapai Rp.91.983.496.000,00,- diantaranya dilaksanakan oleh penyedia  

(1).PT. Chitose Internasional Tbk Rp.39,338,188,000, 

(2).PT. Delta Furindotama             Rp.2,839,462,000

(3).PT.Delta Furindotama              Rp.48,570,780,000, 

(4).PT. Putra Maju Persada           Rp.1,235,066,000. 

Sedangkan adanya potensi memanipulasi untuk Mark-Up harga, pada saat penganggaran yang diluar batas harga kewajaran dari harga yang ada di pasaran. Bahkan pengadaan mebelair tersebut terkesan sangat dipaksakan seperti adanya kebutuhan yang begitu mendesak terang Deny.

Meski begitu Mebelair yang di adakan oleh Dinas Pendididkan Kabupaten Serang sepertinya tidak cocok dengan kebutuhan sekolah yang lokasinya berada di desa. Selain karena model dan jenis nya yang berbahan besi, dan juga ketahanan pakainya tidak bertahan lama,terbukti belum satu tahun pemakaian Meja dan Kursi pada saat ini sudah banyak yang rusak dan sudah tidak bisa dipakai lagi ungkap Dir DPP-FPK yang akrab disapa DJ.Deny Debus. 

Masih menurut Deny, adanya kejanggalan dalam proyek pengadaan meja dan kursi atau meubeler sekolah se-Kabupaten Serang tahun 2023/2024. Berawal dari hasil pantauan dilapangan dan berdasarkan hasil analisa yang kami lakukan. Bahwa Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Serang, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Merupakan pihak yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk pengadaan barang dan jasa. dan juga mempunyai kewenangan dalam menetapkan pagu anggaran untuk Paket Belanja Pengadaan Meubelair Meja Kursi Siswa se Kabupaten Serang.Sehingga kami menduga adanya potensi memanipulasi Mark-Up harga pada system penganggaran,karena harga yang di tetapkan diluar batas harga kewajaran dari harga yang ada di pasaran.Selain itu di duga adanya kekurangan jumlah di dalam pendistribusian ke sekolah.   

Untuk itu Deny Debus berharaf Kejaksaan Tinggi Banten segera melakukan penyelidikan terkait adanya indikasi penyimpangan dalam pelaksaan kegiatan pengadaan Mebelair di Dinas Pendidikan Kabupaten Serang. Demi tegaknya supremasi hukum dan juga demi menyelamatkan keuangan Negara yang mencapai milyaran rupiah jelasnya.

Lebih lanjut Deny Debus mengatakan, “Sebenarnya E-Purchasing memberikan ruang seluas-luasnya bagi pejabat pemerintah, khususnya pemerintah daerah, guna melakukan Korupsi secara terstruktur, bahkan terencana sejak dari awal perencanaan kegiatan sampai dengan penyelesaian kontrak. Akan tetapi ironisnya, tidak ada satupun pihak eksternal yang dapat mengawasi kinerja pejabat pemerintah tersebut, karena, menurut Deny transaksi dan konspirasi yang dibangun antara penyedia dengan pejabat pengadaan dalam menggerogoti uang negara untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, dilakukan di ruang tertutup dan secara tersetruktur.

Deny juga mengungkapkan, ada beberapa celah dalam peraturan pengadaan barang dan jasa melalui e-purchasing yang dapat dimanfaatkan oleh penyedia barang dan pejabat pengadaan untuk melakukan kecurangan dan korupsi, dengan adanya persekongkolan antara penyedia pada katalog elektronik dengan KPA/PPK untuk melakukan pengaturan harga. Hal ini disebabkan adanya komunikasi yang dibangun dan dilakukan oleh KPA/PPK selaku pihak yang membuat paket kegiatan di dalam sistem katalog elektronik dengan penyedia. Sedangkan untuk pengaturan harga yang timbul karena adanya intensi untuk memperkaya diri sendiri atau pihak penyedia.

Kemudian KPA/PPK saat memproses paket dengan fitur negosiasi, mereka tidak melakukan negosiasi. Hal ini akan meningkatnya anggaran belanja sehingga berpotensi menimbulkan pemborosan terhadap keuangan negara. Dalam sistem katalog elektronik harga yang ditawarkan oleh penyedia merupakan harga termahal. Apabila KPA/PPK memproses paket dengan menggunakan fitur negosiasi, maka harga barang yang dibeli dapat ditekan hingga 30 persen.

Selain itu juga terang Deny adanya potensi persekongkolan yang dibangun dan dilakukan oleh KPA/PPK kepada penyedia saat proses transaksi dengan modus “biaya klik”. Saat proses pemilihan barang, karena KPA/PPK berwenang untuk memilih barang berdasarkan kebutuhan agar barang dapat dibeli. maka KPA/PPK akan meminta “biaya klik” kepada penyedia atau penyedia akan memberikan suap kepada KPA/PPK sebagai imbalan karena sudah membeli barang tersebut. Hal ini tentu dengan prasyarat bahwa adanya komunikasi yang dibangun antara KPA/PPK dan penyedia.

Meski begitu disisi lain ada juga potensi PPK yang tidak melakukan pemeriksaan terhadap barang yang dikirimkan oleh penyedia,dan akibatnya, barang yang diterima banyak yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditawarkan oleh penyedia di dalam sistem e-katalog.

Selanjutnya Deny Debus juga mengatakan bahwa sering ditemukan adanya ongkos kirim fiktif yang telah diatur antara penyedia dan KPA/PPK. “Jadi ongkos kirim yang diterima oleh penyedia akan diberikan kembali kepada KPA/PPK saat mengambil barang ke lokasi penyedia.karena sebelumnya sudah ada persekongkolan dalam pengaturan ongkos kirim. Selisih nilai ongkos kirim diberikan kepada KPA/PPK oleh penyedia. Caranya, pada saat melakukan proses pembelian, KPA/PPK berkomunikasi dengan pihak penyedia untuk mengirimkan barang ke lokasi yang bukan merupakan lokasi yang dibutuhkannya barang.

Selanjutnya modus yang sering ditemukan, “Ungkap Deny, K/L/PD mendorong penyedia untuk memasukan barang ke katalog elektronik agar dapat dibeli oleh masing-masing institusi. Akan tetapi pembelian barang tersebut hanya terjadi satu kali, kemudian barang tersebut tidak pernah dibeli oleh institusi manapun.Karena KPA/PPK memilih barang bukan karena harga yang termurah dalam sistem katalog elektronik,tetapi apabila ada suatu barang dengan jenis yang sama dan memiliki pilihan lebih dari satu, maka KPA/PPK harus memilih barang dengan harga yang termurah sesuai dengan kebutuhan.(Red)


×
Berita Terbaru Update