-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ajang Kampanye Saweran Uang, Tradisi Sejak Zaman Kolonial

Monday, 14 October 2024 | October 14, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-10-14T22:21:28Z

Banten Media Kriminalitas– Baru-baru ini, beredar sebuah video kampanye saweran uang dari salah satu pendukung Paslon Pilkada Banten 2024 di Kabupaten Pandeglang menjadi viral di media sosial. Dalam video tersebut, pendukung Paslon Nomor Urut 2 terlihat membagi-bagikan uang kepada warga dengan cara dilempar dari atas mobil. Fenomena ini telah memicu perdebatan dan perbincangan di tengah masyarakat Banten.
Tradisi saweran sendiri memiliki berbagai makna. Dalam perspektif yang positif, saweran umumnya merupakan bagian dari tradisi budaya dalam acara pernikahan, sunatan, atau bentuk syukuran lainnya, di mana tujuannya adalah berbagi kebahagiaan dengan masyarakat sekitar. Namun, ada juga perspektif negatif, terutama ketika saweran dihubungkan dengan hiburan di atas panggung atau digunakan sebagai alat kampanye politik yang merendahkan martabat penerimanya.
Menurut Yanto Gondrong, seorang pegiat Aktivis Banten, saweran uang memiliki sejarah panjang yang berakar dari masa penjajahan kolonial Belanda. Tradisi ini, kata Yanto, sudah ada sejak Nusantara masih menjadi jajahan kolonial, dan sering kali digunakan oleh penjajah Belanda sebagai alat hiburan yang merendahkan martabat pribumi.
“Jika kita menengok ke belakang, pada masa penjajahan Belanda, tradisi saweran kerap kali menjadi ajang hiburan bagi kalangan bangsawan kolonial dan menempatkan pribumi sebagai objek tontonan yang dianggap rendah. Peserta yang memungut uang saweran biasanya berasal dari kalangan pribumi yang derajatnya dianggap lebih rendah oleh penjajah,” ujar Yanto. Minggu (13/10/2024).
Ia melanjutkan, pada masa itu, saweran sering kali menjadi simbol perbedaan status sosial yang jelas antara penjajah dan yang dijajah. Pribumi yang memungut saweran dianggap sebagai budak atau bawahan, sementara penjajah Belanda dengan santainya mempertontonkan kekuasaan dan kekayaan mereka melalui aksi ini. Saweran, lanjutnya, bukan sekadar aksi membagikan uang, melainkan alat propaganda untuk menundukkan dan mengontrol masyarakat pribumi.
“Kolonial Belanda mungkin menggunakan taktik saweran uang ini untuk merekrut simpati dari masyarakat pribumi, seolah-olah mereka dermawan. Namun, pada kenyataannya, ada niat tersembunyi di balik itu—yaitu untuk menjadikan pribumi sebagai alat bagi kepentingan kolonial, termasuk merekrut mereka menjadi pasukan KNIL yang kemudian diadu domba dengan sesama pribumi,” tegas Yanto.
Dengan adanya tradisi saweran uang yang dilakukan penjajah Belanda, menurut Yanto, mentalitas masyarakat pribumi semakin dilemahkan. Penjajah menggunakan kekuasaan ekonomi dan sosial mereka untuk menundukkan pribumi, dan saweran uang hanya menjadi salah satu cara halus untuk menanamkan rasa rendah diri kepada rakyat jajahan.
“Selama 350 tahun, kita telah dijajah secara fisik dan mental oleh kolonial. Tradisi saweran uang hanyalah salah satu alat untuk mengokohkan kontrol mereka atas kita, mempermalukan kita di hadapan dunia, dan menjadikan kita tunduk pada kebijakan mereka,” tambah Yanto.
Ia mengingatkan bahwa dampak dari menerima saweran uang ini bisa sangat besar. Kolonial Belanda, dengan aksi-aksi semacam itu, semakin mengukuhkan kekuasaan mereka atas tanah dan hasil bumi Nusantara. Masyarakat pribumi yang terjajah diibaratkan seperti “anjing peliharaan” yang hanya diberi remah-remah oleh tuannya, untuk kemudian dipaksa tunduk pada kekuasaan penjajah.
“Tradisi saweran ini mungkin bisa jadi cara untuk melemahkan mentalitas kita dan menjadikan kita budak. Saweran uang oleh penjajah Belanda pada masa itu, bahkan mungkin kini dalam bentuk lain, bisa dilihat sebagai alat untuk mengokohkan dominasi dan merendahkan martabat kita sebagai bangsa,” pungkas Yanto Gondrong.
Dengan demikian, fenomena saweran dalam kampanye politik seharusnya dilihat dengan lebih kritis. Tradisi yang dulunya digunakan untuk mempermalukan dan melemahkan mentalitas pribumi, kini jangan sampai diulangi lagi dalam konteks yang berbeda. Saweran uang dalam kampanye bisa berpotensi menjadi alat untuk merendahkan martabat pemilih dan tidak mencerminkan demokrasi yang sehat.(Red)

×
Berita Terbaru Update